1.
Wilayah
perbatasan Negara Indonesia dengan Negara tetangga.
Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah
pulaunya yang mencapai 17.499 pulau dan luas wilayah perairan mencapai 5,8 juta
km2, serta panjang garis pantai yang mencapai 81.900 km2. Dua pertiga dari
wilayah Indonesia adalah laut, implikasinya, hanya ada tiga perbatasan darat
dan sisanya adalah perbatasan laut. Perbatasan laut Indonesia berbatasan dengan
10 negara diantaranya Malaysia, Singapura, Filipina, India, Thailand, Vietnam,
Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini. Sedangkan untuk
wilayah darat, Indonesia berbatasan langsung dengan tiga negara, yakni
Malaysia, Papua Nugini, danTimor Leste dengan panjang garis perbatasan darat
secara keseluruhan adalah 2914,1 km. Luasnya wilayah perbatasan laut dan darat
Indonesia tentunya membutuhkan dukungan sistem manajemen perbatasan yang
terorganisir dan profesional, baik itu ditingkat pusat maupun daerah. Akan
tetapi minimnya infrastruktur di kawasan perbatasan telah menunjukkan bahwa
pemerintah tidak memiliki sebuah sistem manajemen perbatasan yang baik.
Adapun batas-batas wilayah laut Indonesia dengan negara-negara tetangga meliputi: (1) batas laut teritorial, (2) batas zona tambahan, (3) batas perairan ZEE, dan (4) batas landas kontinen. Yang dimaksud laut teritorial adalah wilayah kedaulatan suatu negara pantai yang meliputi ruang udara dan laut serta tanah di bawahnya sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal. Zona tambahan mencakup wilayah perairan laut sampai ke batas 12 mil laut di luar laut teritorial atau 24 mil laut diukur dari garis pangkal. ZEE adalah suatu wilayah perairan laut di luar dan berdampingan dengan laut teritorial yang lebarnya tidak lebih dari 200 mil laut dari garis pangkal; yang mana suatu negara pantai (coastal state) memiliki hak atas kedaulatan untuk eksplorasi, konservasi, dan pemanfaatan sumber daya alam. Landas kontinen suatu negara meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya yang menyambung dari laut teritorial negara pantai melalui kelanjutan alamiah dari wilayah daratannya sampai ujung terluar tepian kontinen.
Adapun batas-batas wilayah laut Indonesia dengan negara-negara tetangga meliputi: (1) batas laut teritorial, (2) batas zona tambahan, (3) batas perairan ZEE, dan (4) batas landas kontinen. Yang dimaksud laut teritorial adalah wilayah kedaulatan suatu negara pantai yang meliputi ruang udara dan laut serta tanah di bawahnya sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal. Zona tambahan mencakup wilayah perairan laut sampai ke batas 12 mil laut di luar laut teritorial atau 24 mil laut diukur dari garis pangkal. ZEE adalah suatu wilayah perairan laut di luar dan berdampingan dengan laut teritorial yang lebarnya tidak lebih dari 200 mil laut dari garis pangkal; yang mana suatu negara pantai (coastal state) memiliki hak atas kedaulatan untuk eksplorasi, konservasi, dan pemanfaatan sumber daya alam. Landas kontinen suatu negara meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya yang menyambung dari laut teritorial negara pantai melalui kelanjutan alamiah dari wilayah daratannya sampai ujung terluar tepian kontinen.
Sumber: http://riantopurba.blogspot.com/2012/06/perbatasan-wilayah-indonesia-dengan.html
2.
Permasalahan
yang terjadi sesuai dengan wilayah perbatasan tersebut.
Daerah perbatasan
merupakan wilayah pembelahan kultural sebuah komunitas yang dianggap berasal
dari satu akar budaya yang sama namun oleh kebijakan pemerintah dua negara
bertetangga, akhirnya dibagi menjadi dua entitas yang berbeda. Daerah
perbatasan juga merupakan cerminan dari tingkat kemakmuran antara dua negara
dan tidak jarang, daerah ini menjadi ajang konflik antara penduduk yang berbeda
kewarganegaraannya karena tujuan-tujuan tertentu. Bahkan daerah perbatasan
merupakan salah satu wilayah yang potensial untuk melakukan penyelundupan dan
merugikan negara dalam jumlah besar, bahkan kerugian negara untuk darat dan
laut bila dinominalkan bisa mencapai ± 20 milyar US$ per tahun. Sedangkan
Kemiskinan merupakan masalah klasik di daerah perbatasan, yang sampai sekarang
belum tuntas ditangani. Daerah perbatasan juga sangat rawan terjadi tindak
illegal logging dimana penyebabnya adalah beberapa patok tapal batas Indonesia
dan negara tetangga, yaitu Malaysia, rusak dimakan waktu serta hilang atau
terkubur oleh alam.
3.
Perjanjian
bilateral yang telah dilakukan Indonesia dengan tulisan tetangga.
a. Indonesia
– Malaysia
Sebagaimana sudah kita ketahui bahwa sudah terdapat beberapa perjanjian antara Indonesia dan Malaysia, baik mengenai laut wilayah maupun landas kontinen telah diadakan, yang antara lain adalah sebagai berikut:
a. Perjanjian mengenai Lands Kontinen di Selat Malaka dan laut Cina Selatan, 27 Oktober 1969;
b. Perjanjian tentang Common Point di Selat Mlaka, 21 Desember 1971;
Sebagaimana sudah kita ketahui bahwa sudah terdapat beberapa perjanjian antara Indonesia dan Malaysia, baik mengenai laut wilayah maupun landas kontinen telah diadakan, yang antara lain adalah sebagai berikut:
a. Perjanjian mengenai Lands Kontinen di Selat Malaka dan laut Cina Selatan, 27 Oktober 1969;
b. Perjanjian tentang Common Point di Selat Mlaka, 21 Desember 1971;
c. Perjanjian tentang Garis Batas laut Wilayah di Selat
Malaka, 17 Maret 1970;
d. Perjanjian tentang Rezim Hukum Negara Kepulauan, Kamis 25 Februari 1982 di Jakarta.
d. Perjanjian tentang Rezim Hukum Negara Kepulauan, Kamis 25 Februari 1982 di Jakarta.
b. Indonesia – Filipina
Filipina pada bulan Mei 1979, tealh mengumkan ZEE 200 milnya. Sistem yang dianut Filipina dalam penetapan batas landas kontinennya adalah sistem yang sama dengan yang dianut oleh Indonesia yakni “middle line atau equidistant”, baik di Indonesia maupun Filipina keduanya adalah negara kepulauan. Dengan terjadinya penetapan batas ZEE 200 mil laut oleh masing-masing yang mengelilingi masing-masing kepulaunnya, maka dibagian selatan Filipina (selatan Mindanao) dan bagian utara Indonesia (laut Sulawesi dan Sangir Talaud) perlu diadakan penetapan batas-batasnya. Tumpang tindihnya wilayah tersebut di atas diperkirakan akan terjadi dibagian selatan Mindanao, sedangkan di perairan laut Sulawesi hanya akan terjadi perhimpitan garis batas.
Filipina pada bulan Mei 1979, tealh mengumkan ZEE 200 milnya. Sistem yang dianut Filipina dalam penetapan batas landas kontinennya adalah sistem yang sama dengan yang dianut oleh Indonesia yakni “middle line atau equidistant”, baik di Indonesia maupun Filipina keduanya adalah negara kepulauan. Dengan terjadinya penetapan batas ZEE 200 mil laut oleh masing-masing yang mengelilingi masing-masing kepulaunnya, maka dibagian selatan Filipina (selatan Mindanao) dan bagian utara Indonesia (laut Sulawesi dan Sangir Talaud) perlu diadakan penetapan batas-batasnya. Tumpang tindihnya wilayah tersebut di atas diperkirakan akan terjadi dibagian selatan Mindanao, sedangkan di perairan laut Sulawesi hanya akan terjadi perhimpitan garis batas.
c. Indonesia – Vietnam
Penetapan garis batas landas kontinen dengan pihak vietnam ternyata
mengalami kesulitan pula, dikarenakan adanya perbedaan pendapat mengenai system
penarikan garis batas tersebut, perbedaan yang dimaksud adalah terdapatnya
perbedaan prinsip sebagai berikut :
a. Pihak Indonesia: bagi penetapan batas landas kontinen ini, Indonesia sangat berkeberatan dan menolak prinsip penarikan garis batas yang dipergunakan oleh pihak Vietnam yakni prinsip “trench” Indonesia menginginkan sistem penarikan sistem penarikan garis tengah (middle line) sebagai batas landas kontinennya.
b. Pihak Vietnam: bagi penetapan batas landas kontinennya menghendaki agar prinsip “thalweg” dipergunakan sebagaimana mestinya, prinsip lazim dipergunakan untuk menentukan garis batas negara yang berbatasan dengan sungai di mana alur-alur terdalamnya sangat diperhatikan. Sejalan dengan prinsip tersebut, pihak Hanoi menuntut agar suatu trench (palung laut) yang membentang sejak Pulau Anambas sampai Pulau Natunamerupakan batas landas kontinennya.
a. Pihak Indonesia: bagi penetapan batas landas kontinen ini, Indonesia sangat berkeberatan dan menolak prinsip penarikan garis batas yang dipergunakan oleh pihak Vietnam yakni prinsip “trench” Indonesia menginginkan sistem penarikan sistem penarikan garis tengah (middle line) sebagai batas landas kontinennya.
b. Pihak Vietnam: bagi penetapan batas landas kontinennya menghendaki agar prinsip “thalweg” dipergunakan sebagaimana mestinya, prinsip lazim dipergunakan untuk menentukan garis batas negara yang berbatasan dengan sungai di mana alur-alur terdalamnya sangat diperhatikan. Sejalan dengan prinsip tersebut, pihak Hanoi menuntut agar suatu trench (palung laut) yang membentang sejak Pulau Anambas sampai Pulau Natunamerupakan batas landas kontinennya.
d. Indonesia – Papua Nugini
Masalah penetapan batas ZEE 200 mil laut antara Indonesia dengan Papua
Nugini sesungguhnya tidak banyak menimbulkan masalah. Hal ini dikarenakan bahwa
perjanjian-perjanjian antara Indonesia Australia sebelum wialyah itu merdeka
masih tetap diakui dan berlaku. Sesuai dengan kebiasaan dan ketentuan
Hukum Internasional yang berlaku, perlu diadakan pembaharuan perjanjian batas
antara kedua negara. Kedua negara sudah membicarakan lagi (dalam hal ini
sebelumnya yakni pada bulan Mei 1978 telah dikeluarkan pernyataan bersama
(joint declaration) kedua negara.
e. Indonesia – Australia
Perairan
di sebelah selatan Timor-timor terdapat masalah yang pada waktunya harus
diselesaikan antara kedua negara bertetangga yang bersangkutan. Masalah
ini adalah menyangkut batas landas kontinen bagian sebelah timor-timur dan
barat Timor Timur telah diselesaikan sewaktu wilayah itu masih merupakan bagian
Portugal. Dengan timbulnya integrasi Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah merupakan keharusan bagi Indonesia dan Australia
untuk menyelesaikan penentuan batas landas kontinen disebelah selatan pulau
tersebut. Hingga kini baik Indonesia maupun pihak Australia masih menyatakan
hasratnya untuk bertanding kembali dan menyelesaikan persoalan batas landas
kontinen ZEE 200 mil masing-masing. Tercapainya kesepakatan mengenai
penetapan batas landas kontinen dibagian selatan Timor Timur nanti sudah tentu
akan memudahkan tercapainya kesepakatan mengenai penetapan batas ZEE, antara
kedua negara, bahkan akan menjadi dampak positif terhadap ubungan
bilateral kedua negara di berbagai kepentingan.
Sumber: http://hukummaritim.wordpress.com/2012/08/31/e-persetujuan-bilateral-tentang-garis-batas-maritim-dengan-negara-tetangga/
No comments:
Post a Comment